Label

Sabtu, 28 September 2024

KOTAK KOSONG

kotak kosong
Menyodorkan satu pasangan calon, seperti memberi pilihan “paksaan”. Jika kau tak memilih calon tunggal, akan banyak biaya dan waktu yang terbuang bila kotak kosong yang menang. Demokratis kah? Tergantung dari perspektif mana menjawab pertanyaan itu.

Kotak kosong juga pilihan. Memilih kotak kosong tidak menyalahi aturan, suaranya sah. Mengkampanyekan kotak kosong juga tidak menyalahi aturan yang ada. Hanya saja yang mengkampanyekan kotak kosong harus siap dengan hukuman sosial terutama dari pendukung pasangan calon yang ada (bukan kotak kosong). Dan hukuman sosial semacam itu rasanya akan lebih berat dan tebal dibanding saat pilkada ada lawannya. Meski pada dunia politik, saling menghujat menjadi hal lumrah dan tak bisa dihindari. Saling curiga, sengaja curiga, mengarahkan orang lain untuk tidak berpandangan yang baik pada lawannya terus ditebarkan sampai batas waktu ditentukan pemenangnya.

Kenapa calon tunggal? Bukankah banyak sekali di wilayah itu orang yang berpotensi menjadi pemimpin selain calon tunggal itu? Itulah politik. Ada tawar menawar dan perhitungan untung rugi. Untung rugi secara kekuasaan dan finansial.

Para ketua partai politik pasti ingin punya kekuasaan di wilayahnya, ingin membangunnya dan mempertahankannya. Jika partai politiknya mengajukan calon dengan perhitungan berat untuk menang, Ia akan cara lain agar tetap eksis dalam ikut berkuasa. Berdampingan bersama tapi masih punya kekuasaan akan dirasa lebih nikmat ketimbang berebut kekuasaan dengan resiko kalah. Jika kalah, perlu muka tebal untuk bergabung dengan yang menang supaya mendapatkan kue kekuasaan selama lima tahun. Tawar menawar ‘kue’ menjadi lebih mahal jika pada posisi sebagai pecundang. Maka berkompromilah sebelum pertandingan untuk bersama-sama menikmati kekuasaan tanpa bersusah payah berebut dalam gelanggang pilkada.

Bisa jadi, pintarnya paslon tunggal melobi paslon lain yang kelihatan mau muncul menanantangnya. Ada deal-deal politik, transaksi politik di dalam ruang tertutup di meja makan dengan berbagai menu yang semuanya enak. “Sudahlah, nggak usah buang-buang biaya dan tenaga untuk pilkada ini, saya ganti semuanya kemungkinan biayamu jika mengajukan paslon. Kami manfaatkan bersama jika saya bisa menang melawan kotak kosong. Ini akan lebih bermafaat bagi kita disini dan bagi rakyat.”

Kotak kosong itu pilihan. Dan, kotak kosong menggiring kita pada sangkaan; ada apa di sana? Pertimbangan apa yang menguntungkan para politikus penentu kebijakan partainya.

Dan, jika partai kosong menang, itu bukan saja tidak suka dengan paslon tunggal yang disodorkan, tapi juga bentuk kekecewaan voter terhadap kondisi yang menyebabkan muncul calon tunggal. Demokratis kah itu? Sistem pemerintahan yang dianggap paling ideal, ternyata pilihan yang disodorkan kepada rakyat ditentukan oleh para pimpinan partai dengan pertimbangan untung rugi dari sudut pandangnya.

Kotak kosong itu pilihan juga. Yang kecewa bisa ditampung di kotak kosong. Yang tidak setuju dengan paslon yang diajukan bisa pilih kotak kosong. Yang abstain?

Wnj, 11:26 28.09.2024

Tidak ada komentar:

Posting Komentar