Label

Senin, 30 September 2024

BETERNAK KEKUASAAN

Kekuasaan itu mengasyikkan, nikmat dan candu. Memanfaatkan kekuasaan yang sudah diperolehnya menjadi keasyikan tersendiri. Keasyikan yang terus berubah setiap saat dan setiap kesempatan. Keasyikan yang didamba semua orang pemburu kekuasaan. Jika kekuasaan tak mempunyai keasyikan, tak ada orang yang mau berburu dan berebut kekuasaan. Ia candu yang bisa melupakan segalanya. Melupakan norma-norma di sekitarnya. Mempertahankan, memanfaatkan kekuasaan dan memperoleh kemenangan menjadi menjadi keasyikan yang terus menerus dinikmati. Menjadi hobi.

Sebuah kesenangan tak begitu saja di tinggalkan, tak akan di buang. Jika memperolehnya dengan susah payah dan berdarah-darah, kenapa harus mudah melepaskannya demi apapun alasannya. Tak peduli alasan tentang kebaikan-kebaikan yang disarankan para pengamat dan para penonton. Mereka juga ingin berkuasa, ingin kekuasaan berada ditangannya.

Mempertahankan kekuasaan juga sebuah keasyikan. Memperolehnya juga mengasyikan. Dua-duanya bisa berjalan bersama supaya selama hidupnya kekuasaan tetap berada padanya, dan atau berada pada orang-orang di sekelilingnya supaya ia tetap berkuasa meski sudah tidak pada kursi utama kekuasaan. Untuk itu, membangun jaringan kekuasaan harus dibuat sebelum waktu dan aturan membatasi. Dibangun dengan cara apapun, memanfaatkan seluruh alat yang bisa dimanfaatkan.

Kekuasaan diperlukan jaringan. Jaringan kekuasaan tidak cukup satu dua kelompok yang tunduk padanya. Diperlukan banyak sekali orang dan kelompok-kelompok yang mendukungnya. Orang dan kelompok yang juga sedang membangun kekuasaan untuk mencari waktu yang tepat supaya kekuasaan berada pada genggaman tangannya. Mereka beternak jaringan kekuasaan. Saling terkait dan mencari waktu yang tepat untuk merebutnya. Mereka yang tergabung dalam lingkaran penguasa, juga sedang beternak kekuasaan agar menjadi penguasa utama, bukan sekedar ikut menumpang berkuasa. Mereka membangun bersama, bersama anak, sanak family, teman, karib. Mereka terus menerus beternak supaya kekuasaan tetap berada dalam lingkaran saudaranya, dalam lingkaran orang-orang dekatnya. Tak ada dari para peternak kekuasaan yang dengan rela menghibahkan kekuasaan pada orang lain yang ia sendiri menjadi samasekali tak berpengaruh dalam dinamika kekuasaan. Para peternak kekuasaan itu akan beternak terus menerus supaya anak, cucu, cicit dan semua garis keturunannya dapat berkuasa.

Mereka beternak dengan memikat rakyat, dengan bermanis-manis, berjanji, berbohong, merayu, bercitra baik, mengemis, mengelabui. Semua dilakukan. Mengesampingkan norma-norma yang masih dianggap berlaku. Karena kekuasaan itu nikmat. Memperolehnya pun nikmat.

Wnj.23:47 30.09.2024

Sabtu, 28 September 2024

KOTAK KOSONG

kotak kosong
Menyodorkan satu pasangan calon, seperti memberi pilihan “paksaan”. Jika kau tak memilih calon tunggal, akan banyak biaya dan waktu yang terbuang bila kotak kosong yang menang. Demokratis kah? Tergantung dari perspektif mana menjawab pertanyaan itu.

Kotak kosong juga pilihan. Memilih kotak kosong tidak menyalahi aturan, suaranya sah. Mengkampanyekan kotak kosong juga tidak menyalahi aturan yang ada. Hanya saja yang mengkampanyekan kotak kosong harus siap dengan hukuman sosial terutama dari pendukung pasangan calon yang ada (bukan kotak kosong). Dan hukuman sosial semacam itu rasanya akan lebih berat dan tebal dibanding saat pilkada ada lawannya. Meski pada dunia politik, saling menghujat menjadi hal lumrah dan tak bisa dihindari. Saling curiga, sengaja curiga, mengarahkan orang lain untuk tidak berpandangan yang baik pada lawannya terus ditebarkan sampai batas waktu ditentukan pemenangnya.

Kenapa calon tunggal? Bukankah banyak sekali di wilayah itu orang yang berpotensi menjadi pemimpin selain calon tunggal itu? Itulah politik. Ada tawar menawar dan perhitungan untung rugi. Untung rugi secara kekuasaan dan finansial.

Para ketua partai politik pasti ingin punya kekuasaan di wilayahnya, ingin membangunnya dan mempertahankannya. Jika partai politiknya mengajukan calon dengan perhitungan berat untuk menang, Ia akan cara lain agar tetap eksis dalam ikut berkuasa. Berdampingan bersama tapi masih punya kekuasaan akan dirasa lebih nikmat ketimbang berebut kekuasaan dengan resiko kalah. Jika kalah, perlu muka tebal untuk bergabung dengan yang menang supaya mendapatkan kue kekuasaan selama lima tahun. Tawar menawar ‘kue’ menjadi lebih mahal jika pada posisi sebagai pecundang. Maka berkompromilah sebelum pertandingan untuk bersama-sama menikmati kekuasaan tanpa bersusah payah berebut dalam gelanggang pilkada.

Bisa jadi, pintarnya paslon tunggal melobi paslon lain yang kelihatan mau muncul menanantangnya. Ada deal-deal politik, transaksi politik di dalam ruang tertutup di meja makan dengan berbagai menu yang semuanya enak. “Sudahlah, nggak usah buang-buang biaya dan tenaga untuk pilkada ini, saya ganti semuanya kemungkinan biayamu jika mengajukan paslon. Kami manfaatkan bersama jika saya bisa menang melawan kotak kosong. Ini akan lebih bermafaat bagi kita disini dan bagi rakyat.”

Kotak kosong itu pilihan. Dan, kotak kosong menggiring kita pada sangkaan; ada apa di sana? Pertimbangan apa yang menguntungkan para politikus penentu kebijakan partainya.

Dan, jika partai kosong menang, itu bukan saja tidak suka dengan paslon tunggal yang disodorkan, tapi juga bentuk kekecewaan voter terhadap kondisi yang menyebabkan muncul calon tunggal. Demokratis kah itu? Sistem pemerintahan yang dianggap paling ideal, ternyata pilihan yang disodorkan kepada rakyat ditentukan oleh para pimpinan partai dengan pertimbangan untung rugi dari sudut pandangnya.

Kotak kosong itu pilihan juga. Yang kecewa bisa ditampung di kotak kosong. Yang tidak setuju dengan paslon yang diajukan bisa pilih kotak kosong. Yang abstain?

Wnj, 11:26 28.09.2024

Senin, 23 September 2024

DRAMA POLITIK

Selalu ada drama politik dalam kompetisi perebutan kekuasaan. Siapa yang menyebutnya drama dalam kejadian politik, mereka pasti terlibat secara emosi pada apa yang disebutnya drama. Disebut drama karena tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Seolah kejadian yang diharapkan adalah yang terbaik bagi negara dan semua rakyatnya. Seolah, jika para penguasa bertindak seperti pendapatnya, negara akan lebih baik dari sekarang.

Siapa yang menyebut drama politik? Mereka yang kaget atas perilaku politikus yang di luar prediksinya. Mereka berpikir, para politikus semua harus berperilaku dalam koridor yang sesuai dengan pemikirannya. Mengapa harus kaget dengan perilaku politikus? Bagi mereka yang mendukung para ‘pembuat’ tidak akan kaget dan menyebut tindakan itu sebagai manuver cantik politik.

Perubahan arah keputusan dalam politik sebuah hal yang sangat lumrah. Memilih kawan dan lawan bisa berubah-rubah sesuai dengan prediksi dan tafsir masing-masing politikus untuk memperoleh keuntungan dan mendukung tujuannya memperoleh kekuasaan. Norma sosial dan norma kepatutan menjadi dikesampingkan. Norma hukum diakali agar lepas dari jeratan hukum meski dengan cara-cara yang memalukan. Karena, kalah lebih memalukan dan menyakitkan dari pada menghindari malu dalam bertanding.

Tak ada drama politik yang sesungguhnya jika dilihat dari kacamata “politik” yang memang tujuan utamanya adalah mendapatkan kemenangan. Kalah itu bukan pilihan. Kalah itu keadaan yang harus diterima ketika pertandingan telah berakhir. Siap kalah itu jika sudah tak bisa lagi berupaya untuk menang meski dengan berbagai cara. Sebelum kalah itulah semua dilakukan. Dan yang tak suka dengan caranya itulah yang menyebut tindakannya sebagai; drama politik. Dan si pelaku tak menyebutnya demikian.

Wnj, 12:56 23.09.2024

Sabtu, 21 September 2024

MENCEDERAI DEMOKRASI

 


Demokrasi cedera? Cedera itu jika berbentuk fisik. Demokrasi itu sebuah sistem dalam bernegara yang saat ini dianggap paling baik dalam bernegara. Paling baik bagi Negara Indonesia, atau bagi para pendukung demokrasi. Jika kemudian ada ungkapan mencederai demokrasi, itu artinya demokrasi menjadi tidak normal karena ada sesuatu tindakan yang membuat demokrasi cedera.

Normalnya demokrasi itu kayak apa si? Jika semua pelaku politik dan rakyat berlaku jujur, baik dan sesuai aturan yang telah disepakati bersama dalam perebutan kekuasaan dan pemanfaatan kekuasaan, mungkin itu yang disebut demokrasi yang sesuai dengan pengusung demokrasi. Teori demokrasi itu pasti baik, karena dibikin oleh orang yang sadar dan waras dalam kondisi tidak berkepentingan dengan kekuasaan, dengan berangan-angan bahwa kekuasaan itu sebagai amanah yang harus dijalankan dengan baik tanpa memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, keluarga dan golongannya.

Dalam perebutan kekuasaan di dunia demokrasi, harus ada dukungan dari pemilih. Si pemilih mau mendukung peserta perebut kekuasaan jika ada yang menguntungkan bagi dirinya, bagi keluarganya, bagi kelompoknya. Persepsi menguntungkan menjadi perdebatan karena semua orang punya pendapat dan keinginan pada proses perebutan kekuasaan yang berbeda-beda. Sesuatu akan terasa adil jika menguntungkan bagi dirinya sendiri. Walaupun jika ia berada di luar, sesuatu tindakan yang terasa tidak adil, jika ia diuntungkan akan menikmatai dan membela sebuah ketidakadilan itu.

Dalam demokrasi, pemilh menjadi unsur sangat penting. Undang-undang dan peraturan lain menjadi pendukung untuk menghimpun pemilih supaya terpikat atau terpaksa memilih karena ada ancaman lain jika tidak memilih pada salah satu kontestan dalam perebutan kekuasaan. Para perebut kekuasaan akan mencari cara agar dalam pemilihan umum mendapat suara terbanyak. Satu orang satu vote, tak peduli dengan ketokohan, kepintaran, kekayaan, jabatan. Sama dan satu suara.

Dalam politik, perebutan kekuasan itu hanya dua kemungkinan; menang atau kalah. Perkara setelah nanti kalah kemudian bergabung dengan si pemenang dengan agar tetap mendapat kekuasaan, dengan alibi demi persatuan dan kesatuan negara, itu soal lain. Dalam bertempur di pemilu, apa saja akan dilakukan supaya mendapat suara terbanyak. Apapun, baik atau tidak baik. Mencari simpati, pencitraan, intimidasi, menjatuhkan lawan, menyebar hoax, memfitnah. Semua perangkat yang bisa dikendalikan akan dimanfaatkan untuk memperoleh suara. Yang tidak mendukung pun akan diupayakan supaya bisa memilihnya. Mereka melepas norma demokrasi, norma sosial dan norma hukum. Mendapat suara terbanyak menjadi tujuan tunggal. Aturan-aturan yang bisa menghalangi dan menghambat diakali agar bisa menguntungkannya. Yang ada di pikiran mereka, jika tidakmendapat suara terbanyak berarti kalah, dan kalah bukan sesuatu pilihan.

Para politikus selalu mempertimbangkan menang dana kalah. Jika dalam perebutan kekuasaan mereka berperilaku sesuai dengan ‘keinginan’ demokrasi dan itu membuatnya jadi kalah, mereka akan mengesampingkan koridor demokrasi. Demokrasi itu catatan di buku yang disimpan di lemari buku di belakang meja kerjanya sebagai pajangan. Semua alat untuk memperoleh demokrasi di seting supaya memperoleh suara terbanyak. Perilaku dan kalimat-kalimat pemikat disusun supaya para voter percaya sampai hari H pemilihan dan memilihnya.

Para pengusung demokrasi berkeinginan demokrasi berjalan sesuai dengan teori. Mereka beranggapan jika demokrasi berjalan dengan baik, maka akan menghasilkan pemerintah yang menjalankan pemerintahannya dengan baik dan semua komponen negara berjalan pada fungsinya masing-masing. Mereka hanya bisa berteriak jika ada yang salah atau tidak sesuai dengan yang mereka impikan. Ada yang peduli, ada yang apatis, ada sekedar menyimak, ada yang cuek. Apakah betul demokrasi sebuah sistem terbaik dalam menyusun pemerintahan dalam sebuah negara?

Demokrasi terbaik? Jika di sebuah wilayah pemerintahan, warganya sebagian besar para penjahat, kemudian dalam sebuah pemilihan kepala daerah si ketua penjahatnya yang menang, di situ apakah demokrasi itu baik? Tapi, baik atau tidak baik juga subyektif.

Wnj, 11:35 21.09.2024