Pernah dengar kalimat ‘menghilangkan aku’?. “Aku” di sini berkenaan tentang ‘keakuan’, ‘karena aku’, ‘pentingnya aku’. Atau kalimat sejenisnya yang mengatasnamakan ‘Aku’ pada suatu ruang dan waktu.
Dalam suatu obrolan, sering kali kita mendengar kalimat, “Untung saja saya ada di situ….” “Kalau nggak ada saya….” “Coba kalau saya nggak ngasih nasehat…” dll, dsb, kalimat sejenis yang memaksudkan betapa pentingnya “Saya”, “Aku” dalam suatu kegiatan, peristiwa atau dalam perjalanan hidup seseorang. Aku-nya selalu dimunculkan jika sesuatu itu berhasil dan sukses. Dan sebaliknya, jika sesuatu itu tidak berjalan dengan baik maka ke-Aku-annya tidak dimunculkan, bahkan dihilangkan sama sekali seperti tidak terlibat dalam sebuah kegagalan.
Merasa pentingnya Aku dalam sebuah perjalanan peristiwa seperti sebuah kesombongan. Apalagi jika merasa tidak ada yang lebih penting dari Aku dari sebuah keberhasilan kegiatan atau keberhasilan seseorang. Padahal banyak sekali yang terlibat dalam sebuah kegiatan, peristiwa, atau perjalanan seseorang dalam memperoleh keberhasilan. Yang lebih penting lagi adalah kekuasaan Tuhan dalam memperoleh sebuah keberhasilan. Seringkali campur tangan Tuhan dalam sebuah keberhasilan dikesampingkan karena rasa Aku-nya yang muncul mendominasi.
Tuhan seringkali memberi jalan yang pada awalnya kita merasa sebuah arah yang tidak kita inginkan, tapi dikemudian hari tersadar bahwa jalan yang sebelumnya kita merasa kecewa menjadi arah yang ujungnya sebuah keberhasilan yang tak terduga. Logika kita sering terkecoh oleh keputusan Tuhan, karena kita terbawa nafsu oleh keinginan dan mimpi yang diciptakan sendiri.
Menghilangkan “Aku” dengan tetap berusaha bahwa aku menjadi bagian dari sebuah proses, itu sebagai salah satu jalan menuju kebijakan hati dan pikiran. “Aku” tetap ada dan berperan dengan tidak mengedapanku dan memposisikan “Aku” dengan proporsi lebih besar dari bagian yang lain. Banyak sekali yang terlibat dalam sebuah kegiatan atau peristiwa, dan kekuasaan Tuhan tetap pada proporsi terkuat dalam sebuah keberhasilan.
“Aku” itu ada, bukan karena “Aku” menjadi sebab utama sebuah kejadian, peristiwa, perjalanan, acara; menjadi sukses dan berakhir dengan baik sesuai dengan keinginan. Banyak yang terlibat langsung atau tidak langsung, baik dari dalam maupun dari luar.
“Menghilangkan” Aku dengan si “Aku” tetap berusaha keras dan berusaha cerdas serta sadar jika Aku tak melakukan apa-apa tak akan ada sebuah hasil. Tak melakukan apa-apa tetapi megharapkan hasil dari sesuatu adalah sebuah kebodohan. Menghilangkan “Aku” sekedar melepas riya dan menenggelamkan kesombongan. Karena “Aku” akan tetap ada tanpa bisa dihilangkan jika masih hidup.
21:24 20.05.23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar