Menyebut nama Gibran, bagi penyuka sastra akan terbersit nama besar Kahlil Gibran, sastrawan kelahiran Lebanon yang karya sastranya mendunia. Dalam dunia politik Indonesia, nama Gibran juga tenar dan langsung mengarah pada sosok Jokowi, presiden Indonesia yang ketujuh. Gaya berpolitiknya juga meneruskan gaya ayahnya dengan dimodifikasi menyesuaikan alam politik sekarang.
Gerak-gerik Gibran selalu jadi sorotan mata politik Indonesia. Media sosial dan kabar selalu tertarik memuat tentang Gibran yang datar-datar saja kalau mengkomentari pertanyaaan ataupun komentar yang ditunjukan padanya. Menjadi ramai sekali ketika Gibran ketemuan dengan Prabowo Subianto yang (kemungkinan) calon presiden dan masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan.
Gibran bisa dengan mudah jadi Walikota Solo, tentu ada sumbangsih besar dari nama besar bapaknya. Nggak heran jika partai politik di Solo nggak ada yang berani memunculkan nama untuk melawan Gibran. Alhasil, lawannya dari jalur Independen dan bukan orang terkenal. Dan Gibran muncul di dunia politik dengan kepak sayap ayahnya dan memanfaatkan dengan baik. Popularitas kemudian dijaga dengan baik dengan gaya komunikasi yang datar-datar menjadikan prediksi-prediksi para pengamat politik terkubur dan kabur.
Gibran bertemu dengan siapa saja tentu boleh. Sebagai walikota dan juga sebagai warga negara, menghormati tamu yang ingin bertemu adalah sebuah kewajaran dan kewajiban. Dan, menjadi terasa lain ketika bertemunya Gibran dengan Prabowo Subianto yang (kemungkinan) calon presiden, di waktu menjelang pemilu yang calon lain sudah mulai sibuk merayu pemilih. Pertemuan Gibran dengan Prabowo pada hari Jum’at tanggal 19 Mei 2023 merubah peta politik Indonesia.
Jika, tiba-tiba, atau sebenarnya bukan tiba-tiba karena sudah disiapkan diam-diam, Gibran dicalonkan menjadi wakilnya Prabowo dalam pemilihan presiden tahun 2024, ini akan menjadi sangat menarik. Suara pendukung Jokowi bisa dipastikan menjadi pendukung Gibran meski tidak seluruhnya. Para pengamat politik kemudian sibuk menerka-nerka menurut instingnya gerakan Gibran dan ayahnya dalam mendulang suara pada pemilu 2024. PDI-P sebagai induk partainya Gibran mesti harus mengambil langkah taktis agar suara pendukung Jokowi yang juga suara PDI-P, meski tidak semua pendukung Jokowi adalah pendukung PDI-P, tidak mendukung Gibran yang jadi wakilnya Prabowo.
Yang dikhawatirkan sebenarnya bukan suara pendukung Gibran. Gibran belum punya pendukung yang menguncang peta politik Indonesia. Ia terkenal karena nasib baiknya jadi anak kandung Presiden yang banyak sekali pendukungnya. Tak ada yang bisa dijual dengan kiprahnya sebelum jadi Walikota Solo di dunai politik. Nama besar ayahnya membuat Ia bisa memanfaatkan kondisi politik dengan cantik dan kemudian menjadi salah satu tokoh politik yang menjadi perbincangan. Gaya ayahnya dipakainya dengan dipoles sana-sini menjadi nampak milenial, tampak tidak ambisius, sederhana dan datar-datar saja.
Gibran telah dipanggil DPP PDI-P untuk klarifikasi dan disampaikan tak jadi masalah. Pengurus DPP PDI-P maklum dan tak ada sangsi apa-apa. Tak ada sangsi ini tentu bukan tanpa ada pertimbangan lain, salah satunya kekuasaan dan kekuatan ayahnya di dunia politik Indonesia. Mungkin akan lain penyikapan DPP PDI-P jika yang melakukan ‘kekeliruan’ bukan Gibran. Menkondisikan internal partai supaya selalu kondusif, sebisa mungkin menutupi segala sesuatu yang bisa menggembosi suara partai menjadi pertimbangan utama dalam menghadapi pemilu 2024. Jika tak hati-hati mengambil keputusan, perpecahan partai bisa saja muncul dan suara partai berhamburan keluar kandang.
Gibran bisa saja sekarang nurut dan manut pada DPP PDI-P, supaya suasana tenang dan tak banyak tindakan politik untuk menghadangnya. Strateginya di simpan baik-baik sambil tengak-tengok mencari moment yang pas untuk mengejutkan dunia politik Indonesia. Sikapnya untuk memperoleh simpati rakyat terus dibangun dengan tampak natural tanpa kesan ambisius. Kemudian pada saat yang pas, Gibran menyatakan menjadi calon wakil presiden dari Prabowo Subianto. Ini hal yang sangat mungkin. Karena ‘waktunya’ Gibran pendek. Dimungkinkan popularitas Gibran akan surut jika Jokowi tak lagi Presiden. Megikuti jejak ayahnya, dari walikota Solo menjadi Gubernur Jakarta kemudian menjadi Presiden, sepertinya hanya menjadi nasibnya Jokowi.
Jika benar Gibran menjadi calon wakil presiden dari calon presiden Prabowo, akan menjadi hal yang luar biasa, sangat menarik dan mengejutkan. Jokowi akan menjadi king maker dari rangkaian proses pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Kejutan itu akan selalu ada.
Djayim, 22:43 230523
Tidak ada komentar:
Posting Komentar