Kita selalu merasa nyaman dan enak pada posisi keyakinan dan kepercayaan yang telah lama dijalani. Semua pandangan berada pada dunia perspektif yang tertanam dalam pikiran yang mempengaruhi hati dalam bersikap. Kebenaran itu subyektif, makanya akan menjadi berbeda bagi setiap orang walaupun dalam satu ruang kepercayaan yang sama, meskipun perbedaan itu sedikit.
Jika berwawasan kurang luas atau tidak mau membaca atau tidak mau mendengar, atau mau sedikit membaca dan sedikit mendengar tapi tidak mau memahami sesuatu yang berbeda dari yang diyakini, akan terasa menjadi sebuah serangan jika ada pendapat yang berbeda. Ia tidak akan perlu mencari referensi lain untuk memahami kebenaran lain yang berbeda darinya.
Orang yang tidak suka sepakbola dan tidak terlibat bisnis di dalamnya, akan merasa tak ada masalah apa-apa jika Piala Dunia U-20 batal di selenggarakan di Indonesia. Toh baginya, sepakbola itu permainan perebutan bola yang tak perlu yang bisa menimbulkan cidera bagi pemainnya. Bahkan memahami bahwa sepakbola itu menjadi sebuah industri pun, ia akan berpikir bagaimana bisa begitu. Sudah itu malas membaca dan cari referensi.
Sekali-kali berdiri pada posisi yang sebaliknya. Jika kita tidak sesuatu, masuklah kita pada sesuatu yang biasanya kita tak suka dan merasa menjadi bagian yang siap membela. Misal, jika kita tidak suka mancing ikan, kita masuk pada dunia para penghobi mancing, berusaha menikmati dan menganggap orang yang tidak suka mancing adalah orang tidak bisa mencari keasikan dan bodoh. Atau jika kita adalah orang yang pro pemerintah, sekali-kali masuk menjadi bagian dari oposisi yang terus menerus mengkritik dan mempermasalahkan setiap kebijakan pemerintah. Mendengarkan Rocky Gerung berceloteh dengan ucapan dungu dan Rizal Ramli memberikan alternatif lain dari kebijakan pemerintah atau para oposan lain yang berbeda kepentingan. Ada yang berkepentingan dengan jalan politiknya, ada yang murni ingin memberi alternatif dan solusi lain dalam bernegara. Bagi oposan, sekali-kali berdiri pada barisan pro pemerintah dan mendengar apa yang dilontarkan para oposan sambil menafsirkan dengan latar belakang yang berbeda dari kebiasaannya.
Lebih jauh lagi, dalam dunia paham (isme), agama, aliran kepercayaan, atau segala bentuk keyakinan dalam berkehidupan, yang hampir semua paham atau agama ada penganut garis keras, cobalah kita berdiri di sana, mencoba memahami ajarannya, mencoba mengerti segala latar belakangnya dan landasan kepercayaannya. Maka kita bisa mengerti mengapa mereka bisa berbuat sesuatu untuk mempertahankan keyakinan atau paham, dan supaya paham/agama/keyakinannya bisa survive, bisa mempertahankan kemurniannya bahkan bisa menambah anggota lain dari luar lingkarannya. Bagaimana berbuat sesuatu yang bagi keyakinan lain suatu kejahatan, menjadi sebuah aksi heroik dengan gelar pahlawan dan keyakinan akan mendapat hadiah yang luar biasa dari tuhannya, itu disepakati dan diyakini oleh para penganutnya. Melakukannya sampai mati adalah batas akhir yang luar biasa berkorban untuk keyakinannya dengan imbalan yang menurutnya luar biasa pula.
Dalam dunia politik yang selalu berebut kekuasaan, selalu saja terucap kalau kubunyalah yang selalu benar dan yang di luar itu selalu salah, selalu dicari salahnya dan sering bergagal-paham dari pernyataan lawannya untuk memelintirnya demi kepentingan kubunya.
Mencoba berdiri dan memahami apa yang dilakukan atau dipahami oleh orang-orang yang selama ini kita tak menyukainya, dapat menahan rasa ingin menghancurkan dan melawan. Selagi tidak membahayakan secara fisik, tak akan terjadi apa-apa jika mampu mengendalikan emosi dan menganggap perbedaan bukanlah sesuatu yang melukai hati dan pikiran. ‘Berada’ pada posisi lain yang kita tidak suka, bisa menumbuhkan rasa perdamaian, saling menghargai dan tak ada rasa ingin menyerang lawan.
26.04.2023. 21:39
Tidak ada komentar:
Posting Komentar