Secara tak sadar kita sering berkilas balik menuju ruang yang pernah dilalui dan berselancar sekenanya dengan tak runtut waktu. Saat ingatan kita kembali pada masa kecil, sering teringat sesuatu kejadian yang lupa permulaan dan bagaimana akhirnya. Bahas kami imut-imut lali atau ingat-ingat nggak ingat. Kita juga sering merasa heran dengan apa yang kita lakukan saat dulu. Keheranan itu timbul karena pijakan cara berpikir kita dengan saat sekarang, sedang sikap itu terjadi saat pikiran dan pengetahuannya belum pada taraf dan keadaan sekarang. Kondisi sosial, perubahan budaya, pola pikir dan kepercayaan mempengaruhi rasa keheranan.
Keheranan yang muncul tiba-tiba pada saat tertentu sering menimbulkan tawa. Tawa yang muncul karena heran kenapa bisa terjadi begitu dan kenapa bisa melakukan hal yang menurut pola pikiran kita sekarang sesuatu yang aneh. Ada banyak hal yang semula saat melakukan hal tersebut wajar dan biasa-biasa saja, menjadi aneh karena terbawa waktu, pola pikir dan budaya yang terus menerus berkembang. Sikap, ucapan dan reaksi kita pada momen tertentu bisa menjadi bahan tertawaan sendiri saat merenung atau dengan tidak sengaja teringat.
Mentertawai diri sendiri itu bebas dan tak perlu berpikir terlalu jauh jika ada orang lain tersinggung. Ini juga bisa menjadi koreksi diri agar tak lagi melakukan tindakan yang tidak pada tempatnya, memalukan dan bodoh. Bahkan, diperlukan ruang dan waktu untuk mentertawai diri supaya tidak lagi melakukan tindakan bodoh dan memalukan. Pada taraf tertawa pada suatu masalah yang sedang dibahas, kita menjadi bisa mengerti seseorang yang tertawa itu mengerti secara luas atau hanya sekedar tahu sedikit, saat ketika terdapat sesuatu yang aneh bagi dirinya langsung tertawa. Banyak sekali tertawa yang justru menunjukkan si pentertawa tidak mengerti banyak tentang hal yang ditertawakannya dan nampak bodoh bagi orang yang lebih tahu tentang apa yang sedang dibahas. Tertawa juga bisa membuat orang yang ditertawai tersinggung dan marah.
Diam bisa menjadi pilihan ketimbang berkomentar dengan tidak mengerti subtansi, karena mentertawai sesuatu masalah perlu pengetahuan, pengalaman dan kecerdasan untuk mengendalikan tertawa yang kadang meloncat tanpa sadar. Dan mentertawai diri tak perlu pertimbangan apakah ada orang lain yang tersinggung atau apakah tertawanya tepat sasaran atau tidak. Mentertawai diri adalah sebuah introspeksi dan koreksi diri pada apa yang pernah dilakukan.
Lain halnya dengan tertawa karena sesuatu yang lucu dari pelawak yang memang dikemas untuk ditertawai, di situ kita bisa bebas tertawa terbahak-bahak karena memang diciptakan sebuah ruang untuk tertawa.
23:40 10.01.2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar