Jika ingin merasa negara kita dalam kondisi baik-baik saja,
jangan tonton tivi dan baca berita. Apalagi berita seputar politik. Anggap saja
tidak ada apa-apa, anggap saja semua baik-baik saja. Anggap saja tidak ada
pihak lain atau seklopok orang lain yang sedang ingin menguasai kita dan
memanfaatkan kekuasaannya jika sudah berkuasa. Anggap saja semua akan baik-baik
saja sampai berpuluh-puluh tahun ke depan dan kita tetap akan selamat dan aman
dari siapaun. Anggap saja idelisme kita dan ideologi kita tetap terjaga, tetap
tak akan ada yang mengusik sampai kapanpun.
Sekitar rentang waktu dua bulan, saya tak begitu
memperdulikan berita politik dan berita lainnya yang terkait dengan statemen
yang menyangkut perebutan kekuasaan dan semua intrik politik, menjadi terasa
tak sedang terjadi apa-apa dalam kehidupan bernegara kita. Seperti tidak sedang
berlangsung perebutan kekuasan melalui pemilu tahun depan (2019). Poster-poster
calon presiden dan calon anggota legislatif kabupaten, propinsi dan pusat,
seperti terlihat mengganggu pemandangan dan terasa tak perlu. Sedikit timbul
pertanyaan; apakah gambar foto dan sedikit tulisan promosi mempengaruhi orang
yang tidak kenal mau memilihnya pada saat pemilu nanti? Biar saja, itu cara
mereka untuk mencoba meraih suara.
Jika karena dengan mendengar dan membaca berita politik kita
menjadi terasa riweh negara ini, kemudian kita memilih menghindar untuk
kemudian cuek saja terhadap apapun yang ada di sekitar kita, apakah eksistensi
kita, eksistensi negara, ideologi dan idelisme kita akan tetap terjaga dan
aman-aman saja? Eksistensi negara, siapapun yang berjiwa patriotik pasti akan
menjaganya dengan segala kemampuannya. Pertanyaanya, apakah ada sebagian orang atau
beberapa orang atau sekelompok orang yang tidak peduli dengan eksistensi bangsa
ke depan sedang berusaha untuk merebut kekuasaan?
Setiap orang, setiap kelompok orang, setiap ikatan orang yang
membentuk kelompok karena punya kepentingan yang secara garis besar sama, akan
mencari cara agar terperoleh cita-citanya yang menguntungkan kelompoknya. Berbagai
cara akan dilakukan untuk mencapai cita-citanya. Cita-cita akan semakin dekat
jika mereka dekat dengan kekuasaan, menjadi penentu pengaruh dalam kekuasaan,
atau bahkan menjadi pemegang kekuasan.
Proses perebutan kekuasaan itulah yang menimbulkan berbagai
intrik dan strategi. Kemudian media mem-blow-up berita-berita yang dirasa menurut
mereka bisa menarik perhatian dengan harapan
viewer-nya berjuta-juta sehingga pendapatan uangnya meningkat. Orang-orang yang
terlibat dalam perebutan kekuasaan menjadi obyek berita dan uang telah berhasil
memporak-porandakan netralitas media karena juragan mereka terlibat dalam
perebutan kekuasaan. Maka jika para pembaca yang ikut terlibat dalam dukung
mendukung salah satu kubu dan atau terlibat dalam kecenderungan program dan
harapan-harapan, akan terpancing emosi ketika ada sebuah berita yang disajikan
untuk kepentingan kubu yang tidak didukungnya menurutnya dipelintir. Perasaan emosi
itu akan selalu ada jika tidak diredam dengan kemengertian dan maklum. Salah satu
cara untuk meredam emosi politik adalah dengan puasa tidak mendengar atau
menonton berita tetang politik, dengan resiko menjadi tidak mengerti tentang
posisi, kondisi dan situasi negara dalam lingkup regional maupun internasional.
Tapi cara itu akan membuat apatis dan apriori yang akan membuat buta tentang
keadaan negara sesungguhnya.
Dengan berpikir bijak, memahami, mengerti dan tidak emosinal
dalam menghadapi sebuah perbedaan pendapat bisa membawa kita pada posisi yang
tidak grasa grusu gampang menyalahkan kubu yang tidak sepaham. Banyak sekali
pola pikir dan pendapat yang berbeda yang harus didengar dan diterima meski tak
sependapatt. Berhenti mendengar berita membawa pada tempat sunyi pada ruang
keriuhan. Kita bisa memilihnya dengan resiko yan berbeda dan tak bisa
dihindari.
22:09. 27/11/2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar