“Kang, kok maslah
puisi aja jadi ribut ya kang?”
“Ya, karena isinya ada yang merasa jadi tersinggung dan
dilecehkan.”
“Kenapa harus
tersinggung si kang?”
“Karena apa yang diyakininya sebagai yang sakral, ditulis
dan dibaca sebagai sesuatu yang tak bermakna. Dianggap kalah dengan oleh hal
duniawi.”
“Coba kalau merasa tak
tersinggung, bisa nggak ya kang?”
“Bisa saja. Tempatkan diri kita pada posisi yang benar-benar
tidak tahu syariat Islam, dan tak bermaksud melecehkan.”
“Maksudnya?”
“Ya..... Kita seolah menjadi orang yang benar-benar tidak
tahu tentang syariat Islam. Dan menulis puisi karena ingin menyimpan atau
mencatat sebuah keindahan kalimat.”
“Apa karena yang
membaca anak seorang proklamator yang saudaranya-saudaranya jadi tokoh partai
penguasa ya kang?”
“Bisa jadi. Bisa jadi benar, bisa jadi salah.”
“Kok nggak yakin kang.”
“Karena saya nggak tahu apa maksud dari mereka-mereka yang
meributkan puisi itu. Bisa jadi ada pihak yang memanfaatkan momen untuk
meperlemah lawan.
Bisa jadi ini dibawa ke ranah politik, tapi dibikin seperti
tak ada sangkut pautnya.”
“Coba kalau yang nulis
dan membaca puisi itu saya, boro-boro diributkan, didengar pun kayaknya nggak
ada orang yang mau.”
“Resiko orang besar memang begitu. Setiap tindakan dan
perkataannya diperhatikan dan dijadikan senjata oleh lawan jika salah atau
sedikit salah. Semua diperhatikan. Nha, kamu lain, kalau ingin diperhatikan,
teriak-teriak di tengah-tengah mall yang sedang pesta diskon.”
“Kkkkkkkkwk....”
“Kok tawanya gitu?”
“Ya... kalau gitu,
saya malah diusir dan disumpal mulutnya dikira orang gila.”
“Jadi orang gila yang cerdas saja, enak.”
“Emang kamu pernah
gila kang?”
“.... Pernah, tapi lupa kapan.”
“Kang, boleh nggak
saya baca puisinya Bu Sukmawati?”
“Boleh. Kenapa tidak? Suara kamu tak akan didengar...”
"Oke kang. Tapi kalau saya dianggap melecehkan, kamu ikut membela ya kang?"
"Bisa. Bisa tidak, bisa iya."
IBU INDONESIA
Oleh : Sukmawati Sukarnoputri
Aku tak tahu Syariat Islam
Yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah
Lebih cantik dari cadar dirimu
Gerai tekukan rambutnya suci
Sesuci kain pembungkus ujudmu
Rasa ciptanya sangatlah beraneka
Menyatu dengan kodrat alam sekitar
Jari jemarinya berbau getah hutan
Peluh tersentuh angin laut
Lihatlah ibu Indonesia
Saat penglihatanmu semakin asing
Supaya kau dapat mengingat
Kecantikan asli dari bangsamu
Jika kau ingin menjadi cantik, sehat, berbudi, dan kreatif
Selamat datang di duniaku, bumi Ibu Indonesia
Aku tak tahu syariat Islam
Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok
Lebih merdu dari alunan adzan mu
Gemulai gerak tarinya adalah ibadah
Semurni irama puja kepada Illahi
Nafas doanya berpadu cipta
Helai demi helai benang tertenun
Lelehan demi lelehan damar mengalun
Canting menggores ayat ayat alam surgawi
Pandanglah Ibu Indonesia
Saat pandanganmu semakin pudar
Supaya kau dapat mengetahui kemolekan sejati dari bangsamu
Sudah sejak dahulu kala riwayat bangsa beradab ini cinta dan
hormat kepada ibu Indonesia dan kaumnya.
Tutburut
BalasHapus