djayim.com
Suara berupa ujaran
kebencian atau ( agar nampak keren ) Hate Speech menjadi sesuatu yang dibatasi
dengan terbitnya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE). Pemerintah bersama DPR RI,
sepakat bahwa: Orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik dan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama,
ras, dan antargolongan (SARA), akan terkena sanksi hukuman.
Ujaran kebencian atau Hate
speech adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang
dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan, permusuhan,
ketidaknyamanan, anarki dan sikap prasangka yang timbul karena lahirnya hate speech tersebut.
Ada pepatah mengatakan, lidah
lebih tajam dari pedang. Dari lidah-lah lahir ucapan-ucapan yang bisa
menimbulkan orang lain merasa tidak nyaman, sakit hati dan rasa tidak suka yang
bisa melahirkan tindakan yang merusak tatanan berkehiduapan atau merusak
sarana.
Timbulnya kebencian dari sebuah ujaran, berbeda-beda
bagi setiap individu. Sebuah ucapan yang sama persis, bagi seseorang atau
sebagian orang mungkin biasa-biasa saja, tapi bagi orang lain atau kelompok
lain, bisa merupakan ucapan yang menyakitkan dan menimbulkan rasa ingin
memusuhinya dan dimungkan lahir ujaran kebencian baru sebagai balasan. Jika hal
ini terjadi, saling meneyerang dengan hate
speech, akan lahir sebuah permusuhan baru yang menimbulkan ketidaknyamanan.
Permusuhan yang bukan hanya speech vs
speech, tapi berkembang menjadi sebuah pergerakan vs pergerakan. Jika
sampai pada tahap pergerakan, maka kegiatan dukung mendukung, kegiatan mencari
dukungan dan kegiatan mempertahankan pendapat yang kadung disiarkan menjadi sebuah ajang pertempuran
yang tidak diketahui kapan akan berakhir.
Sebuah peraturan atau undang-undang yang mengikat
dan memberi sanksi pada pelanggarnya, lahir karena ada sebuah tindak tingkah
laku manusia dalam berinteraksi dalam lingkungannya, baik lingkup lokal maupun
lingkup negara, yang berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan sesama manusia.
Peraturan diperlukan saat sebuah tindakan bisa menimbulkan tindakan lain yang
merusak.
Mencari
kepuasan.
Puas tidak akan ditemukan di mana pun, juga pada
diri kita. Sebuah rasa kepuasan yang dirasa didapat saat sesuatu tujuan
tercapai, akan muncul rasa ingin puas lagi pada tahap dan bentuk lain. Puas
hanya sementara, sebagai penampung keinginan terhadap pencapaian pada tahap
tertentu, untuk kemudian mencari lagi kepuasan lain. Jika ungkapan kebencian
yang dilontarkan sebagai ajang untung mencari kepuasan, maka tak akan pernah
terpenuhi rasa puas itu, karena akan lahir keinginan untuk mencari kepuasan
baru yang tak akan ditemukan.
Rasa puas tidak akan berhenti jika kita tak
membatasi dan mengendalikannya agar keinginan merasa puas tidak lahir dan tak
terkendali. Mengendalikannya akan muncul sebuah keinginan yang wajar, bukan
pemenuhan yang maksimal yang belum tentu bisa menikmatinya. Menikmati sebuah
kepuasan dengan menebar kebencian, akan muncul ketakutan baru dari kemungkinan
tindakan reaktif dari pihak yang diserang.
Hate
speech yang dilontarkan dengan tujuan memenuhi hati agar
merasa puas, akan berbenturan dengan pihak lain yang diserang dan akan terjadi
saling serang. Jika tak ada tata aturan yang memberi sanksi pada pelontar hate speech, saling serang itu akan
terjadi dimana-mana dan diberbagai media. Membatasi dengan sebuah undang-undang
yang memberi sanksi bagi pelanggarnya, sebagai salah satu upaya untuk
meminimalisir lahirnya kejadian yang tidak produktif dan merusak.
01:14
14.02.2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar