dua garis
baja di bawah itu, sudah berpuluh kali mengantarku.
juga ribuan
yang lain.
di kanan
kiri, sepanjang yang terlewati. tertera banyak sekali cerita
di musim
penghujan ini, para petani sudah turun ke sawah, bercengkerama dengan air dan
tanah. dengan lumpur berbau harum daun-daun busuk yang menyegarkan. keringat
yang luluh bersama air hujan, tak membekas di baju. caping yang dipakai, tak
cukup mampu menjaga kulit kepala dan
rambut agar tetap kering. langit yang berair dan angin yang membuat
jarum-jarum hujan turun miring, membuat mereka tak tahu waktu, kapan harus
pulang, untuk
menyiapkan
makan malam.
memberi
makan kambing, mengandangkan ayam dan itik. menutup jendela, menyalakan lampu
di ruang tengah. karena, anaknya yang masih sekolah belum pulang. karena yang
sudah lulus sekolah telah lama di kota, tak mau jadi mau petani seperti ayah
ibunya. karena menjadi petani susah untuk menjadi kaya.
di
gerbong-gerbong eksekutif, para juragan menghitung modal dan untung saat musim
panen. duduk bersilang kaki, berbatuk kecil dan tersenyum sedikit di salah satu
ujung bibir. menjentikan ujung jari dan berucap. ‘terimakasih’.
16 Nop 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar