Dikenal itu perlu untuk sebuah
barang yang akan di jual untuk mendapatkan uang. Itulah makanya sering diadakan
pameran dagang, pameran produksi, pameran kegiatan, dsb. Pamer untuk sebuah
barang produksi yang diciptakan untuk mendaptkan laba dari sebuah proses
produksi yang panjang, di kenal oleh calon pembeli adalah sebuah keharusan.
Tanpa di kenal, akan sangat minim barang itu terbeli dan ini akan menjadikan si
pembuat barang rugi, tak kembali modal. Itulah makanya berpamer itu perlu dalam
sebuah perdagangan pada rangkaian
lingkaran produksi.
Berpamer sebuah keahlian juga
perlu jika jasa keahlian itu memang untuk di jual. Seseorang atau sekelompok
orang yang punya keahlian tertentu dan keahlian itu sengaja untuk memperoleh
penghasilan, perlu ada upaya untuk meyakinkan para calon konsumen kalau
keahliannya tidak mengecewakan jika dipakai.
Dalam berpamer seperti di atas,
kita memkluminya. Karena sebuah produk, jasa dan barang, yang mau dijual dengan
tanpa di kenal orang, akan tidak maksimal penghasilan yang diharapkan dari
kegiatan itu.
Akan terasa lain jika yang
dipamerkan itu sebuah jasa telah menolong orang, pamer punya barang bagus,
pamer punya uang banyak, pamer nyumbang dana besar, pamer berjasa pada sesuatu.
Pamer yang sering disebut sebagai riya. Menunjukkan sesuatu yang sebenarnya
tidak perlu bagi orang lain, tapi dirasa perlu bagi yang berpamer.
Sebuah perbuatan riya akan
menjadi sebuah perbuatan yang tidak disukai walaupun mungkin saja yang tidak
suka juga pernah berbuat riya dengan disadari atau tidak disadari. Untuk
menyatakan eksistensi dirinya dalam lingkungan pergaulannya, banyak orang yang
merasa pamer itu perlu. Pergaulan yang semakin luas di dunia maya dan semakin
sempit bergaul secara fisik, sebuah keberadaan diri perlu dijaga agar tak
hilang perlahan terlupakan orang-orang disekeliling dan orang-orang yang
dikenal lewat internet yang dijembatani oleh media sosial yang terus tumbuh
berebut tempat.
Dalam dunia maya yang di
jembatani oleh internet dan di wadahi oleh media sosial, gaya atau perilaku
pamer menjadi sebuah semacam ‘hobi’ bagi sebagian orang. Semua yang dirasa asik
dan menggembirakan baginya, akan terasa tidak hambar jika tidak dipamerkan
dalam media sosial. Sepertinya, semua orang harus tahu kalau “saya” ini sedang
begini dan kamu harus peduli dengan keadaanku. Komentar di bawahnya dan “like”
menjadi tambahan kegembiraan. Jika yang komentar banyak dan mengena, dan
yang “like” berjumlah banyak, makin
bertambahlah senang dan membawanya seolah begitu banyak orang yang peduli
keadaanya, banyak orang yang mengerti dan tahu. Meski tak bisa memilah mana
yang berkomen dan ber”like” main-main dan tidak. Dalam duni media sosial, tak
ada beda “nge-like” yang sungguhan dengan “nge-like” yang sekedar saja untuk
basa basi atau malah sambil mencibir saat pencet tombol like.
Kadang juga berpamer dalam bentuk
minta do’a, “Insya Alloh saya mau beli anu, bla bla bla bla, mohon do’anya ya
teman2”, berpamer kepunyaan, memposting foto-foto dengan latar belakang rumah yang
bagus, mobil yang bagus, atau acara-acara yang dianggap bisa mengangkat derajat
sosialnya. Sepertinya, bukan do’a dari teman-teman yang diharapkan, tapi lebih
penting kalau teman-temannya tahu kalau ‘aku’ mau beli ini yang harganya mahal
dan tak semua orang bisa beli.
Bisa berpamer dan mendapat respon
dari orang-orang yang dipameri, adalah sebuah kesenangan dan melupakan tentang ‘hukum’
riya. Jika berpamer itu menggembirakan, dan berbuat sesuatu yang menggembirakan
itu perlu, maka berpamerlah, dan lupakan apa itu yang isebut riya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar