Di sepanjang jalan, banyak sekali orang berkepentingan,
hampir semua berkepntingan. Dari kepentingan pribadi, kepentingan keluarga,
kepentingan kelompok, kepentingan kerja, kepentingan perusahaan, kepentingan
kekuasaan, kepentingan agama, kepentingan politik. Semua berbaur dan tak nampak
jelas pada masing-masing individu yang berkepentingan. Ada yang tergesa-gesa,
ada yang seperti biasa tapi tergesa, ada yang tergesa tapi biasa, ada yang
biasa beneran, ada yang tak punya tujuan, ada yang punya tujuan tapi bingung
mengawali. Ada yang berangkat pergi ada yang berangkat pulang. Semua bergerak
memerlukan energi dan biaya.
Dunia usaha, sangat jeli memanfaatkan setiap ruas jalan
untuk memperangkap orang masuk dalam target usahanya agar untung. Berbagai
iklan dan ajakan berderet di kanan kiri jalan. Semakin ramai jalan, semakin
menumpuk ajakan yang di tulis pada banner, billboard, pamflet, atau apa saja
untuk memberi tahu kepada semua orang yang melewat. Posisi tempat dan view yang
unik dimafaatkan betul dengan memberikan kejutan-kejutan pada pesan yang
dikirim agar si pelihat terkesan dan menjadi tergiring untuk membeli produk
yang ditawarkan. Kasarnya, bagaimana mengajak seorang agar lebih konsumtif dan
menjadi konsumer yang rakus. Sehingga tak jarang sesuatu benda yang sebetulnya
kurang diperlukan pun di beli juga, buah dari pintarnya para penjual membikin penasaran
calon konsumen.
Tak hanya iklan penawaran sebuah produk, iklan tokoh yang
siap menjadi kepala daerah pun, ikut berjejal memanfaatkan lahan di sekitar
jalan. Partai politik dan tokohnya tak mau kalah memanfaatkan ruas kanan kiri
jalan dan ruang di atas jalan untuk menawarkan program unggulan yang diklaim
akan membela rakyat dan menyejahterakan seluruh rakyat. Tak ada iklan (
kampanye ) dalam dunia politik dalam merebut kekuasaan lokal maupun nasional
yang tidak ingin menyejahterakan rakyat. Semua memasang pesan bahwa
partainya-lah yang paling membela seluruh rakyat dan yang paling bisa
menyejahterakan rakyat. Rakyat menjadi objek dalam memperebutkan dukungan dan
suara dalam ajak pemilu, pilpres dan pilkada.
Seorang tokoh atau menokohkan diri yang memasang gambarnya
di banyak tempat di pinggir-pinggir jalan ketika menjelang pilkada, setahun
atau bahkan dua tahun sebelum pelaksanaan pilkada, tentu ada maksud untuk
sedini mungkin mengenalkan diri pada calon pemungut suara agar jangan sampai kalah
moment dengan calon kompetitornya.
Jika dirasa masih jauh waktu hari H pilkada, pengenalan diri itu pun
dikamuflase se-biasa-biasa mungkin
agar tak tampak sebuah keinginan yang masih disembunyikan untuk menjadi kepala
daerah di sebuah wilayah kabupaten/kotamadya atau propinsi. Seorang bupati dari
wilayah bagian timur Jawa Tengah memasang foto dirinya di sebuah kota kecil di
bagian tepi barat Jawa Tengah dengan tulisan di bawahnya; mari wisata ke-“kabupaten”ku, tentu mengandung maksud
lain yang lebih penting secara individual (dibanding pesan yang ditulisnya), ‘bahwa saya orang yang perlu anda
kenal’ dan nanti pada saatnya saya akan maju menjadi cagub atau cawagub.
Kita juga sering mendapati foto seseorang yang dilengkapi
dengan titel dan jabatan yang sedang dan atau pernah dipegangnya, seolah
mengisyaratkan; ‘ini lho saya yang pantas
anda pilih pada pilkada nanti!’. Pada tahapan seperti ini, mereka belum
memasang program unggulan. Penawaran program terlalu dini akan memberi kesan
kalau Ia bertujuan maju dalam perebutan kekuasan. Jika terjadi muncul kesan
ngotot ingin menjadi bupati/walikota atau gubernur, akan menjadi bumerang bagi
dirinya. Kultur masyarakat kita masih tertarik pada orang yang bertampilan
biasa-biasa, egaliter, mau berbaur dan tidak elitis. Kecenderungan memilih dan
membela orang yang tertindas masih tinggi sehingga para calon berupaya agar
seperti pada posisi di dan ter-aniaya supaya mendapat empati dari para pemilih.
Menjadilah pada posisi tertindas dan teraniaya tetapi pintar mencari celah.
Menjadilah pada posisi tertindas dan teraniaya tetapi pintar mencari celah.
Secara harfiah,
kondisi jalan juga meberitahukan kondisi pembangunan infrastrukutur,
perekonomian, pendidikan dan kesehatan pada sebuah wilayah. Ruas-ruas jalan yang
tampak bagus, rapi, terawat baik, seolah mengabarkan kalau perekonomian di
wilayah tersebut baik dan maju. Lebih jauh, kondisi jalan yang bagus mengisyaratkan
pembangunan yang baik yang merujuk juga pada pemerintahan yang baik. Ruas jalan
menjadi etalase sebuah pembangunan. Kesan awal akan masuk dengan deras melalui
kondisi jalan.
Dengan membangun dan merawat seluruh ruas jalan pada wilayah
kekuasaannya, ini menjadi sebuah kampanye yang sangat mengena bagi individu
kepala daerah maupun bagi partai politik pengusungnya.
Maka, berkampanyelah di jalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar