Tiba-tiba saja saya jadi pengin menjadi pengguna
aplikasi chat bernama Telegram, mengamati keunggulannya dari aplikasi semacam atau
apa yang membuatnya jadi beda. Keinginan itu timbul setelah pemerintah Republik
Indonesia memblokir karena mendapati konten yang terkait dengan terorisme. Menkominfo,
Rudiantara, menyebut ada sekitar
700 halaman terkait konten tersebut. Ada ajakan untuk membuat bom,
bergabung dengan organisasi teroris. Dari fitur-fitur yang ada, yang ditutup
versi web komputer.
Salah satu alasan
beberapa kelompok radikal berpindah atau ‘nongkrong’ di Telegram adalah
aplikasi pesan itu susah terlacak. Sesuatu yang bisa menyembunyikan
identitas, seringkali menjadi tempat di mana seseorang atau kelompok yang tidak
ingin terbaca identitasnya karena tujuan-tujuan tertentu yang bertentangan
dengan penguasa atau tujuan lainnya yang tidak semua orang boleh tahu. Suatu gerakan
rahasia tentu perlu tempat yang nyaman untuk bersembunyi.
Saya teringat ketika
jaman Orde Baru terbit sebuah buku ‘Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai’ yang
cetakannya biasa-biasa saja, seketika menjadi buku yang banyak dicari orang
setelah dilarang oleh pemerintah. Sebuah pelarangan sebuah karya atau
pemblokiran media ternyata menjadi sangat efektif sebagai iklan, dan membuat banyak
orang merasa penasaran, ingin mencoba dan memakainya. Sebuah karya film yang
dilarang penayangannya juga menjadi berkah tersendiri setelah diijinkan tayang
kembali dengan segala pertimbangan dan sensor sana sini.
Jika yang diblokir
oleh pemerintah Republik Indonesia hanya versi web komputer, tentu banyak orang
melirik dan masuk ke play store untuk me-download aplikasi chat Telegram,
mencobanya dan melihat apa saja yang ada di sana. Sebagian mungkin sekedar
singgah, sekedar ingin tahu dan membuangnya dari gadgetnya, dan sebagian yang
lain bertahan dan menjadi pemakai sebagai tambahan aplikasi chat yang telah
ada. Bertambah aplikasi berkonten media sosial, akan makin banyak waktu yang
dipakai untuk sekedar membaca atau berkomen hal-hal yang sebenarnya jika
dibiarkan pun tak berpengaruh apa-apa. Meski tak dipungkiri, banyak sekali yang
menyajikan konten-konten yang bermanfaat jika mau membacanya,
Ada komentar yang
sedikit menggelitik dari politikus kita yang saya baca di twitter Fadli Zon, ‘telegram
dilarang krn dipakai teroris, harusnya penjualan panci juga dilarang dong?
#rezimparanoid.
Efektifkah atau
setidaknya mengurangi ‘kegiatan’ teroris dengan memblokir Telegram?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar