Ahok divonis dua tahun penjara |
Hakim memutuskan memvonis
Ahok dua tahun penjara dalam kasus penistaan agama. Kasus yang banyak sekali
menguras energi dan melahap banyak waktu untuk membahasnya. Sebuah kalimat terlontar dari mulutnya di kepualuan seribu
saat kunjungan kerjanya, menjadi awal dari tarik ulurnya berbagai kepentingan. Ketika
belum selesai pilkada DKI putaran kedua, kasus Ahok menjadi bahan pembahasan
yang seringkali memanas. Perdebatan dalam politik yang menyangkut perebutan
kekuasaan gampang sekali menyulut amarah bagi masing pihak. Ditambah lagi
sebuah kasus penistaan yang dilakukan oleh orang di luar agama. Sebuah perebutan
kekuasaan menjadi merembet dan melebar pada kasus bela membela agama dengan
tensi emosi meninggi.
Bagi pendukung Ahok, vonis terhadap Ahok dengan dua tahun
penjara menjadi terasa terlalu berat dan bagi kelompok yang menuntut Ahok di
penjara, vonis itu terlalu ringan meskipun vonis itu lebih berat dari tuntutan
jaksa yang menuntut satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun. Dirasa
terlalu ringan, karena ada perbandingan dimana kasus-kasus serupa yang pernah
ada, hukumannya lebih berat dari yang diterima Ahok.
Ranah hukum dan kepentingan politik memang selalu tarik
menarik bercampur baur mencari kesempatan, memanfaatkan moment, saling serang
dan saling mengelak.
Melelahkan. Jika ada yang lengah dan terlambat, maka
kemungkinan kalah sangat terbuka.
Kasus Ahok tentu tidak sepanas dan seramai ini jika saja Ia
bukan seorang Gubernur DKI yang mencalonkan diri menjadi Gubernur dengan
ditambah Ia seorang non muslim.
Kasus Ahok menjadi panas karena bumbu pedas tentang keyakinan
sebuah agama yang dinistakan. Sebuah keyakinan yang dibenturkan dengan
keyakinan lain, akan menjadi perseteruan yang di keduabelah pihak saling yakin
dan merasa membela keyakinannya adalah perjuang hidup paling hakiki diatas
segalanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar