Jalan yang kulewati dengan bermotor roda dua, pepohonan kanan
kiri sepanjangnya. Hijau dedaunan dan angin yang keluar dari ketiak-ketiak
pelepah daun berseribit.
Beberapa tempat rusak dan perlu berhati-hati.
Langit di atasnya tampak selebar jalan yang berbatas
pucuk-pucuk daun. Ada awan sempat singgah dan burung berwarna abu-abu terbang
berdua bergegas, tanpa suara.
Di mana ujung itu? Ketika lelah telah membalur. Ketika kaki
berat mengangkat.
Mungkin setelah tikungan terakhir itu, aku sampai pada
tujuan. Tapi tikungan terakhir itu selalu ada.
Dan lelah terbiasa menyandungi. Serasa lari bergegas, tak
juga pada sampai. Satu dua orang berpapasan, tak saling sapa mengenggam arah
pada peta yang telah tergariskan.
Pada gubuk-gubuk kecil yang terkadang ada di pinggir jalan,
aku berhenti sejenak terkadang, meneguk air kesejukan yang ditawarkan dari
tangan-tangan kearifan menuntun ke arah jalan berujung pada sebuah danau berair
biru dengan air selalu beriak, dengan angin yang selalu mengalir pelan, dengan
bunga selalu segar di sepanjang pinggirnya, dengan burung beraneka rupa
bercengkerama sambil terus bernyanyi, dengan ikan yang segar dan bersih menari
pada air yang tampak dasar danaunya, dengan tanpa daun yang menguning, dengan
pepohonan yang beralaskan rerumputan hijau sama rata.
Sebuah kabar kematian membawa aku berjalan menuju.
Hal yang biasa. Kabar yang telah ribuan kali terdengar.
Aku teringatkan, akan menuju kesana juga nanti pada waktu
yang tersimpan di kotak misteri.
Misteri itu membuat terkadang lalai. menata kembali selimut
di ujung kaki dan meneruskan tidur yang tak perlu.
17 mei 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar