( Reshuflfle jilid II
kabinet Jokowi )
Tak perlu berprestasi bagi Puan
Maharani untuk tetap bertahan sebagai Mentri Koordinator bidang pembangunan
Manusia dan Kebudayaan. Dia mungkin dikandangkan dalam sangkar khusus yang tak
bisa di sentuh oleh elit manapun ketika PDIP berkuasa, ketika Ibunda Megawati
masih ketua umumnya. Sebuah keberuntungan, karena Ia lahir dari rahim seoarang
anak dari presiden pertama yang kharismanya masih menjadi magnet bagi sebagian
rakyat Indonesia. Dan, PDIP cerdas memanfaatkannya.
Anis Baswedan yang santun, Rizal Ramli
yang sensasional dan berani, Ignatius Jonan yang berhasil membuat
perkeretaapian menjadi baik, bisa saja tidak dipakai. Tapi untuk Puan, sepertinya
tak ada arah ‘pembicaraan’ untuk tukar posisi apalagi tidak di pakai. Menjadi sebuah
kedurhakaan bagi Presiden Jokowi jika hal itu sampai terjadi.
Dalam organisasi yang berdiri di
atas pondasi dan lantai dasar politik, kecerdasan dan kapabilitas bukan sebuah
hal yang mutlak untuk di penuhi bagi seorang pembantu presiden. Banyak ‘titipan’
yang harus dipertimbangkan untuk memilih seorang pembantu dalam menjalankan
roda pemerintahannya. Puan ada sebagai representasi Ibu Mega. Dan Jokowi tentu
tidak akan menjadikan dirinya Malin Kundang terhadap Ibu Mega. Jokowi perlu
kenyamanan dan rasa enak hati. Toh keberhasialn seorang mentri koordinator
dapat ‘tampak’ jika mentri-mentri yang dikordinatori baik. Rasa nyaman dan rasa
enak hati juga harus diciptakan bersama-sama dengan partai rekan politik yang
telah datang ikut mendukungnya untuk juga mendapat kue kekuasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar