Aku berharap calon ‘Presiden
yang itu’ tidak jadi. Entah landasan apa yang mendasari pikiran saya berharap
begitu. Tak ada alasan yang secara akademis bisa diperdebatkan dengan penuh
alasan dan jawaban yang kongkrit dengan didukung oleh fakta dan data yang kuat.
lagi pula saya tak berkeinginan untuk mengumpulkan itu semua sebagai sekedar
landasan untuk berpendapat karena berpendapat itu bisa saja di dasari oleh
subyektifitas senang atau tidak senang.
Kekhawatiran saya jika
‘calon presiden itu’ jadi presiden NKRI periode 2014-2019, karena saya melihat
kecerdasan berkeputusan dan kecerdasan berbicara masih jauh untuk kriteria
seorang presiden, itu menurut saya. Kecerdasan bersikap juga belum teruji
penuh. Karena bersikap untuk memperoleh simpati rakyat dalam kampanye tentu
akan berbeda dengan bersikap sebagai kepala negara terkait hubungan
internasional. Sikap cari aman di tengah masyarkat dan membiarkan orang lain
dulu beradu untuk kemudian datang sebagai penyeimbang, tentu bukan kapasitas
itu yang bisa dilakukan jika jadi presiden.
Saya juga tak berharap
lain semisal ‘calon presiden itu’ jadi, perkiraan saya salah tentang
kapabilitasnya. Saya hanya berharap, semoga ‘calon presiden itu’ tidak jadi.
Sepertinya terjadi korelasi
mengambang antara presiden yang jadi dengan kapabilitas yang ada sesungguhnya
pada presiden tersebut. Keberhasilan meraih simpati dan ‘merogoh’ hati para
pemilih yang akan mengusung seorang capres berhasil menjadi presiden.
Rakyat telah
berkeputusan, semua berkemampuan sama, hanya ada kurang lebih di sana-sini dan
hal itu tak perlu di risaukan. Rakyat juga tahu, sistemnya yang perlu dirubah
dan presiden yang bisa memperbaiki sistem-lah yang bisa membuat NKRI menjadi
negara yang maju dan tersusun rapi. Tapi, terjadi keraguan ketika memilih,
siapa yang sanggup nanti jika jadi presiden dan bukan hanya sanggup saat
kampanye. Perlu ketegasan dan kecerdasan berkeputusan bagi rakyat untuk memilih
presiden yang punya kecerdasan berkeputusan dan tegas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar