Tidak semua yang di
negara lain baik. Tidak juga banyak hal jelek di negara kita. Kenapa saya
sering sekali mendengar orang berbicara keunggulan negara lain saat berbicara
tentang sebuah kemajuan. Sepertinya mereka
hanya mau mendengar keunggulan negara lain dan menutup telinga ketidakbaikannya
dan hanya mau mendengar kejelekan negara sendiri dan menutup telinga untuk
keunggulan negara sendiri. Sering kali saya merasa tak nyaman jika ada orang
yang menggebu-gebu memperolok negara sendiri dan begitu semangat membandingkan
dengan negara lain yang katanya jauh lebih baik, padahal ia tak pernah
berkunjung ke negara lain. Ia sepertinya merasa berpengalaman dan merasa pintar
dengan mencari kelemahan negara sendiri sedang ia sendiri tak pernah memulai
untuk berbuat baik seperti yang Ia ceritakan tentang negara lain.
Sewaktu kebebasan pers masih terkungkung dan
hanya mendengar cerita baik tentang negara kita dari media massa, hal yang
dapat kita peroleh dari itu adalah kecintaan dan kebanggaan kita terhadap bangsa. Kecintaan dan
kebanggaan terhadap bangsa dan negara menjadikan kita tak merasa menjadi bangsa
yang underdog dan selalu yakin untuk
terus maju bersanding dengan negara lain. Semua komponen bangsa bersatu padu
membuat suasana bahwa kita adalah bangsa yang bermartabat dan baik. Semua
berita yang miring tentang negara kita, di sensor dan dipermasalahkan. Di
situlah sebenarnya saat yang tepat untuk membangun rasa kebanggaan terhadap
negara dan bangsa agar tertanam kuat di dada setiap penduduk Indonesia. Sisi
baik pers dengan satu corong adalah
kita bisa mengkondisikan keadaan menjadi satu pandangan. Sisi lain, adalah
banyak hal lain yang tak terungkap dan dibuang untuk kepentingan penguasa dan
pihak-pihak tertentu. Masyarakat terbodohi dan merasa semua berjalan baik-baik
dan jauh dari hal sebenarnya terjadi.
Ketika reformasi lahir yang dibidani oleh
mahasiswa yang karena kondisi dan situasi demokrasi monoton, kekuasaan yang
begitu lama, pengawasan dan perlakuan ketat terhadap kebebasan berpendapat,
kebijakan satu arah, dan tanpa ada gejolak yang menantang adrenalin bagi
penikmat demokrasi, maka terbukalah ruang untuk mengumpat semua ketidaksukaan
yang terpendam selam rezim orde baru berkuasa. Euforia ini berlanjut dan tak
sadar terus menerus mengumpat rezim pemerintahan orde baru, seolah semua
produknya tidak baik dan ketinggalan dengan negara lain. Kebebasan pers,
kebebasan berpendapat, kebebasan berdemokrasi dan kebebasan menilai sesuatu
menjadi ladang baru untuk memperoleh uang. Penemuan-penemuan baru, tentang
kesemrawutan, memperolok-olok atau pendapat apapun bisa di keluarkan tanpa
harus ketakutan ditangkap oleh
pemerintah dan hanya berhadapan langsung dengan institusi terkait atau person,
apakah akan menuntut, memanfaatkan hak jawab atau bersikap diam.
Kita menjadi gampang terpana oleh informasi
tentang kemajuan negara lain tanpa terpikir kalau di sana pun banyak
kekurangan. Hanya tentang yang baik-baik yang diterima untuk dikabarkan. Seolah
semua berita tentang negara lain adalah kebaikan, kemajuan yang lebih baik dari
negera kita. Dari negara serumpun pun, banyak orang selalu memeperolok bangsa
sendiri, kalau kita ketinggalan jauh. Di Asia Tenggara, Indonesia adalah negara
terbesar. Jika kota-kota besar luasnya kita gabung menjadi satu dengan segala
fasilitas dan infrastruktur yang tersedia, tentu akan jauh lebih luas dari
seluruh luas negara Malaysia pun. Apalagi jika hanya dibandingkan dengan
Singapura dan Brunai. Artinya, jika hanya untuk membangun negara seluas
Malaysia, Brunai, Singapura atau negara tetangga lainnya, orang Indonesia pasti
sudah lebih maju dan lebih baik dari keadannya sekarang. Ruas jalan di
Indonesia pasti berkali lipat panjangnya dengan negara tetangga. Untuk
membangun dan merawatnya, tentu biayanya berkali lipat. Saya tidak yakin
orang-orang negeri tetangga bisa membangun Indonesia lebih dari sekarang dengan
keluasan negara dan ribuan pulau.
Perlu pemikiran dan tindakan yang nyata untuk
membuat bangsa kita tidak terus menerus merasa di bawah. Mereka yang selalu
membawa berita baik tentang kebaikan untuk memperolok negara kita, harusnya
juga berpikir dengan perbandingan yang adil, dan langkah yang diperlukan, bukan
kritik searah hanya berkoar tentang kebaikan negara lain, kejelekan negara lain
di sembunyikan dan dibela, sedangkan kejelekan negara sendiri di koarkan dan
kebaikannya disembunyikan. Anehnya lagi, mereka merasa bangga seolah dirinya
bukan bagian dari bangsa ini.
Saya sempat heran juga ketika ada seorang yang
mengatakan tensis dalam bahasa Inggris ada enam belas adalah keunggulan dalam
berbahasa dan menganalogikan kalau itu menunjukan sebuah cara berpikir
dibanding tata bahasa kita. Menurut saya, tensis yang begitu banyak itu bisa
diringkas menjadi enam atau empat, dan tidak seribet itu yang penggunaanya juga
tidak terspesifik seperti dalam tensis ketika berkomunikasi. Karena dalam
berkomunikasi hal yang terpenting adalah bahwa hal apa yang ingin disampaikan
bisa diterima dengan jelas tanpa terjadi miskomunikasi. Kenapa juga harus
mencari sebuah ‘penemuan baru’ untuk memperolok diri dengan tanpa mengemukakan
keungulan Bahasa Indonesia yang mudah diterima di seantero Nusantara dengan
berbagai latar belakang etnis dan bahasa ibu sendiri-sendiri. Bahasa Indonesia
lebih simpel dalam berkomunikasi mampu menerjemahkan ungkapan yang spesifik
dari kosa kata yang berasal dari bahasa lain. Dan bahasa Inggris menjadi bahasa
Internasional karena jejaknya sebagai negara penjajah di masa lalu. Itu adalah
sejarah hitam tentang penjajahan negara terhadap negara lain. Perlu juga
diingat, negara Amerika tak punya bahasa sendiri. Amerika nunut bahasa nasionalnya pada Bahasa Inggris.
Jika kita terus menerus memperolok diri dan
tidak memulai merasa bangga dengan bangsa sendiri dan sibuk terus menerus
merasa rendah diri, kapan kita bisa mencintai bangsa sendiri, mencintai produk
negara sendiri. Banyak produksi dari negara kita lebih unggul dari negara lain,
tapi kita menjadi lupa dengan keunggulan itu karena kita begitu asyik dan
sangat terbuka menerima propaganda dan iklan dari produk negara lain. Bahkan
kita telah dulu siap menerima propaganda (iklan) negara lain, sebelum produk
itu berada di depan kita. Kita sengaja menjadi lupa dengan produk kita dan
apriori terhadap apa yang ada pada bangsa kita sendiri.
Saya yakin, ada kalanya nanti Bangsa Indonesia
sangat berbangga dengan bangsanya sendiri dan sangat bangga memakai produk kita
sendiri. Jika setiap penduduk Indonesia bangga dengan Bangsa Indonesia dengan
segala produk dan budayanya, tentu itu menjadi keunggulan tersendiri bagi
Bangsa Indonesia. Dengan berhenti memperolok diri dengan berkreasi dan
berinovasi, kita bisa memulai untuk menjadi yang terbaik. Memperolok bangsa
sendiri dengan tidak berbuat sesuatu untuk memulai memperbaiki bukanlah sebuah
tindakan bijaksana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar