Ketertarikan saya pada sepakbola membuat saya kadang berhenti sejenak
dalam perjalanan saat terlihat ada pertandingan sepakbola. Ada banyak orang
yang seperti saya ternyata. Suatu waktu, saya mendapati pertandingan sepakbola
dengan reporter menggunakan bahasa lokal. Dalam pertandingan live seperti itu peran reporter untuk
menarik penasaran para peminat sepakbola yang belum datang ke lapangan sangat
besar. Menggebu-gebunya reporter penuh semangat dalam me-reporter-i seolah
menjadi wakil dari semangatnya para pelaku di lapangan. Di desa saya, ada
seorang yang bisa me-reporter-i penuh semangat dengan kalimat yang terus
menerus menyambung, meski kadang tidak pas, sehingga sebuah pertandingan
sepakbola perempuan yang aslinya para pemain hanya berlari lari seperti bebek
kebingungan, menjadi seperti sebuah pertandingan yang ramai sekali jika hanya
mendengarkan dari corong Toa. Ia bisa menciptakan sebuah rasa penasaran kepada
orang yang mendengarkannya.
Seingat saya, sebuah pertandingan yang di reporteri menggunakan
Bahasa Indonesia, yang tak perlu memakai
aturan EYD, bisa komunikatif, kreatif dan enak didengar. Kebiasaan kita
berBahasa Indonesia dalam keseharian di bidang formal, membuat mudah untuk
merangkai kata dengan cepat dan terus sambung menyambung. Ini menjadi lain saat
sang reporter menggunakan bahasa lokal. Padahal bahasa lokal adalah bahasa yang
setiap hari digunakan untuk berkomunikasi. Pemilihan kata untuk setiap kejadian
menjadi aneh, lucu, asing dan menjadikan lelucon tersendiri, sehingga di
pikiran mencari padanan kata yang tepat dan mewakili. Ini yang aku dapati saat
pulang dan mampir sebentar di pinggir lapangan menyaksikan pertandingan
sepakbola dan mendengarkan reporter yang mamakai bahasa lokal Banyumasan yang
sering disebut bahasa ngapak.
Banyak Bahasa Banyumas yang tak ada padanannya di Bahasa Indonesia.
Banyak ungkapan Bahasa Banyumas yang sulit untuk ditranslit ke Bahasa Indonesia
secara sempurna. Artinya banyak sekali kosa kata bahasa ngapak yang artinya
lebih spesifik pada sebuah objek yang ingin dikomunikasikan. Tapi, saat
reporter sepakbola itu me-reporter-i, Ia seperti kesulitan memilih kata-kata
sehingga kadang lucu, aneh, janggal, tapi menggelitik dan sekaligus mengasyikan.
Saya pikir harus sering dibiasakan memakai bahasa lokal / bahasa ibu, agar
keberadaannya tidak menjadi asing saat dipakai untuk acara yang telah terbiasa
menggunakan Bahasa Indonesia. Perlu penyelerasan dan persamaan pengertian untuk
istilah-istilah dalam bidang tertentu, seperti bidang sepakbola atau bidang
olahraga secara umum, bidang teknik, bidang ilmiah, bidang seni budaya dsb.
Jadi ada ensiklopedia dalam Bahasa Jawa Banyumasan (ensiklopedia Ngapak). Ini
tentu akan sangat membantu bagi keberadaan Basa Ngapak yang kemungkinan bisa
terkikis oleh bahasa lain yang ‘dirasa’ oleh si pemakai lebih gaya, lebih
keren, merasa modern dan merasa berwawasan maju.
Sering kita melihat orang Ngapak malu-malu berbahasa ngapak jika ngobrol
dengan orang berbahasa jawa bagian timur wilayah ngapak. Seolah ingin
menyembunyikan kengapakannya, padahal
setiap wilayah mempunyai logat dan bahasa tersendiri yang satu sama lain
berbeda cara pengungkapan dan peruntukannya. Saya juga sering merasa aneh jika
mendengar bahasa jawa logat lain, seperti logat Jogja, Logat Jawa Timuran atau
bahasa Jawa dengan logat lain. Ini karena telinga saya jarang mendengar. Saya
sangat maklum terhadap perbedaan pemakaian bahasa dan logat yang kadangkala
hanya terpisahkan oleh aliran sungai atau jalan pun. Inilah keindahan
berkomunikasi lewat bahasa. Lain dengan berkomunikasi dengan bahasa tulis,
logat bahasa dan persepsinya ikut pada si pembaca dan tidak ada komunikasi
timbal balik.
Saya salah seorang pecinta bahasa ibu, ber-ngapak ria setiap hari adalah
salah satu upaya yang saya lakukan. Saya tak bisa menggalang massa untuk
berkampanye, karena saya tak punya acces
untuk itu, agar setiap warga wilayah ngapak selalu memakai bahasa ngapak, agar
berlogat ngapak menjadi kebanggaan dan dibanggakan. Ciri bahasa Banyumasan yang
Ngapak adalah blaka suta, yang
artinya kurang lebih apa adanya, tanpa tedenga aling-aling, tanpa basa basi
langsung ke pusat sasaran apa yang dibicarakan.
Jika sang reporter sepakbola kesulitan memilih padanan kata istilah
dalam sepakbola dan merangkainya, itu
karena belum terbiasa dan tidak dibiasakan. Mari berngapak ria dan Basa Ngapak
selalu ada setiap saat sampai kapanpun. Semakin bertambah kosa katanya dan
semakin banyak orang yang memakainya.
aku ga punya bahasa ibu, karena lahir dan besar di Jakarta..
BalasHapusbahasa pengantar ya standar saja, bahasa indonesia ..
ibuku orang sunda bogor, tak mengajarkan bahasa ibunya padaku.
sedangkan ayahku orang jawa asal tegal, beliau pun tak mengajarkan bahasa ibunya padaku..
so... jadilah aku anak yang hanya bisa bahasa nasioanal saja :)
bisa punya 2 bahasa ibu dong mba. bahasa tegal dan bahasa bogor. asik lho mba, berbahasa ibu di tempat lain.
BalasHapus