Membaca menjadi sebuah kegiatan yang saya suka saat tak bisa bekerja,
seperti saat di dalam bis atau di dalam mobil saat perjalanan jauh. Membaca
menjadi menu yang mengasyikan dan nikmat seperti mereguk minuman yang pas saat
dahaga menyiksa. Ini sebuah kesenangan yang tak banyak memerlukan biaya seperti
mancing, tak juga mengundang bahaya seperti hobi trabas, mobil off road, yang
memerlukan biaya yang tak sedikit. Cukup membeli buku atau majalah atau koran,
kita bisa bercengkerama dengan si penulis dan bisa memasuki dunia-dunia baru
yang kadang tak terduga. Pemikiran-pemikiran baru menjadi hal yang menarik
untuk selalu disimak. Banyak sekali parodi-parodi atau pun sendau gurau sosial
yang tak terekam oleh kita, dapat dimunculkan oleh seorang penulis dengan cara
sederhana dan mengena.
Dalam bis yang sering beroperasi malam, seingat saya belum pernah
menjumpai ada lampu yang disediakan untuk penumpangnya bila ingin membaca. Ada
memang lampu di atas tempat duduk dia langit-langit bis, tetapi sinarnya tak
cukup membuat nyaman jika untuk membaca dan hanya untuk sekedar menerangi
apabila penumpang memerlukan sinar lampu di sekitar tempat duduk. Keadaan ini
tak banyak orang yang mengeluhkan karena tak banyak orang merasa perlu. Syukurlah
sekarang tersedia lampu kecil portable yang pangkalnya bisa di jepitkan ke buku
dan kepala lampu-nya bisa di arahkan ke lembaran buku.
Saat saya dalam perjalan siang, pemandangan di kanan kiri sepanjang
jalan menjadi lembaran-lembaran alam yang penuh dengan tulisan dan
gambar-gambar penuh kreasi, imajinasi dan sering banyak hal yang tak terduga
menyelinap di jalanan. Ini menjadi ‘buku lain’ bagi saya dan saya terus
membacanya. Meski ruas jalan itu sering saya lewati, tetap saja saya merasa ada
daya tarik sendiri dalam perjalanan di lain waktu. Sering saya tersenyum simpul
dengan tulisan atau gambar di bak ataupun pintu truk. Ada gambar yang bermaksud
untuk menghiasi bodi truk atau badan bis, justru malah merusak karena tak ada
nuansa seni sama sekali. Tulisan-tulisan di truk atau bis atau kendaraan lain,
berotasi tema yang di tulis, seperti mode dalam berpakaian, seperti lagu pop,
saat kalimat atau ada ungkapan yang sedang ‘tenar’, ungkapan itulah yang paling
banyak di tulis. Lembaran-lembaran di sepanjang kiri kanan jalan menjadi
saingan utama dalam membaca buku atau majalah atau koran atau gadget yang ada
di tangan. Tapi tak apa, ini sama-sama mengasyikan, toh yang sering saya
inginkan dari membaca keasyikan menelusuri apa yang saya baca.
Saya senang jika melihat bangunan baru dengan nuansa arsitektur yang belum
pernah saya lihat sebelumnya. Ada imajinasi baru yang saya baca dan kemudian
asik mencari maknanya meski sering tak mengerti sampai kemudian muncul hal baru
lagi yang mengundang kekaguman lain. Bangunan-bangunan megah dan besar seperti mengabarkan ada kemakmuran
di sekitarnya. Atau akan ada sebuah pusat perputaran ekonomi baru jika bangunan
itu berupa supermarket, pabrik, atau komplek perumahan baru. Untuk rumah, saya
lebih senang melihat rumah dengan nuansa sejuk ketimbang rumah tampak megah dan
gagah. Di rumah yang sejuk, tampak kedamaian, kerendah-hatian, kebijakan bagi
si penghuni dan sepertinya itu tak ada di rumah megah dan gagah. Tentu itu
sebuah penilaian yang tak berdasar dan jauh dari ilmiah, tapi itulah pesan yang
timbul di benak saya yang muncul tanpa filter. Saya juga sering kesal pada
pengendara yang menyerobot jalan saat antri karena macet yang mengakibatkan
kemacetan yang parah semrawut. Saya juga merasa jengkel pada kendaraan biasa
membunyikan sirene polisi atau sirene ambulan dengan tanpa merasa bersalah,
malah bangga membuat orang lain ketipu.
Membaca itu sebuah keasyikan yang bisa dicapai dengan sederhana
merangkum maknanya dan menafsirkan dengan caranya sendiri menjadi keasyikan
selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar