Aku tak tertarik
memperhatikan ketika Gusti, anak sulungku memesan mi ijo saat ibunya beranjak
hendak ke warung untuk belanja. Aku juga gak begitu maksud apa itu mi ijo.
Mungkin mi berbungkus ijo, mi berwarna ijo atau mi dengan penuh sayur ijo. Entahlah,
waktu itu aku merasa tak perlu tahu dan tak juga penting untuk tahu. Aku lebih
sering tak memperhatikan tivi, jadi tak begitu paham tentang mi ijo, dan baru
sadar kalo mi ijo dikenalkan oleh iklan di tivi yang membuat anakku langsung
jatuh dan segera ingin menikmatinya. Aku baru ngeh dan juga tentu kaget ketika ternyata di warung, bukan hanya
anakku yang langsung terkena sasaran tembak iklan mi ijo, ada banyak yang lain.
Iklan mi ijo itu
memang berhasil membawa calon konsumen untuk segera mencobanya. Iklan itu salah
satu dari ribuan iklan yang setiap saat memburu pikiran kita untuk menuruti
kemaunnya menjadi konsumen dari produknya. Iklan semacam itu datang silih
berganti datang menghipnotis. Mereka, para iklaner, advertiser, selalu berpikir
untuk memnciptakan iklan yang menarik, kreatif, inovatif, lucu, nyleneh, atau malah kadang sedikit jorok
menyerempet tentang seputar sex atau semacamnya. Aku sering berpikir kenapa
masih ada iklan yang tak artistik dan cenderung jorok tetap diloloskan oleh
pihak produsen untuk tetap ditayangkan. Aku senang melihat iklan yang kreatif,
imajinatif dan inovatif meski tak tertarik untuk membeli barang yang ditawarkan.
Produsen memang
punya berbagai cara dan terus menerus berusaha agar seluruh barang produksinya
laku terjual. Para calon konsumen lebih sering tak sadar kalau dirinya sedang
diserang oleh produsen agar segera membeli barang dagangannya. Bahkan si produsen
pun sebenarnya berada pada posisi di serang produsen lain. Kita berada dalam
area serang menyerang pada wilayah perdagangan yang terus menerus saling
mempengaruhi dan berputar-putar. Iklan juga sering diselipkan pada ruang atau
wilayah yang kita tak menyadari ada iklan di dalamnya. Bahkan iklan rokok yang
tidak memperlihatkan orang sedang merokok, kita jadi tahu itu iklan rokok
setelah ada tulisan peringatan pemerintah bahwa merokok itu berbahaya.
Aku tak paham
istilah pemasaran yang memperoleh konsumen dengan lewat iklan dan berhasil
mempengaruhinya, menggiring pada perangkapnya. Tapi yang pasti para kreator
pemasaran itu akan selalu berusaha mempengaruhi kita untuk menjadi konsumtif
terhadap barang produksinya.
Bersiaplah jadi
sasaran tembak para produsen, karena memang kita tak bisa mencukupi seluruh
kebutuhan kita dengan sama sekali tidak membeli.
Begini my fren... aku tanggapi dari sisi makronya saja ya. Masyarakat indonesia itu populasi penduduknya tengah berkembang. Salah satu sektor yang paling digenjot adalah ekonomi. Ekonomi tumbuh karena ada dukungan dari jumlah penduduk. Dari sana maka timbul kebutuhan. Semua saling membutuhkan. Tukang iklan juga perlu makan.. stasiun tihwi juga perlu hidup.. nah gusti adalah rantai terakhir dari putaran roda ekonomi dengan membeli mi ijo. Kita semua urunan untuk menciptakan ekonomi stabil. Kalau gusti gak beli mi itu... indofood bakal tidak bisa mencatat laba sesuai target. Kalau indofood gak pasang iklan maka banyak ide kreatif tidak terpakai. Para design nganggur.. distributor makanana ke retail akan imbas pada truk dan sopir. Wah banyak sekali yang kena imbas dari system ekonomi ini jika gusti tidak beli mi ijo. Kita semua urunan my fren... bukankah kita dilarang zolim dan kikir. Belanjakanlah harta kalian untuk jalan kebenaran. Keren kan... menabung dan hemat adalah soal lain terkait dengan manajemen keuangan masing2 secara mikro. Cet...!
BalasHapus