20 desember 2012
Jam setengah
sembilan pagi. Matahari bebas menumpahkan sinarnya yang datang diagonal.
Bayangan Palem Merah, Pohon Mangga yang sering rantingnya mengering kemudian
patah, Pohon Alpukat yang untuk kedua kalinya berbuah dengan daun penuh
kepompong dari ulat khas daunnya, pohon Sadang mini, Pohon Serut yang aku
seting menjadi payung pohon dan menjadi tempat singgah burung pipit, Pohon Matoa
yang entah kapan akan memulai berbuah, Pohon Duku yang masih menyisakan pangpung selepas kemarau panjang, Pohon
Teh yang aku biarkan tumbuh alami, Ficus
di dalam pot semen, Pohon Kamal di pot yang kubiarkan akarnya menjalar ke
tanah, Pohon Sirisida tempat menempel anggrek alam, Pohon Kelengkeng yang baru
berumur satu tahun dan sedang belajar berbuah, Pohon Murbai yang saat buahnya
sudah matang anak-anak suka memetiknya, pohon Pakis Aji yang batangnya baru
setinggi semeter, Pohon Melati yang masih menyisakan setangkai bunganya, Pohon
Kembang Mawar merah yang hampir setiap pucuknya ada kuntum bunga (ada yang
sudah mekar, ada yang masih kuncup), Pohon Manggis yang aku harapkan akan
menambah rimbun halaman, ayam-ayam yang berlari berebut pakan, rerumputan Gajah mini yang tergelar di halaman depan
pintu utama. semua.. Semua yang ada di halamanku aku
nikmati. Segar sekali dunia ini. Burung gelatik, Sirdum, Prenjak, silih
berganti bernyanyi bersautan. My Home is
My Heaven.
Aku lahir di sini.
Menghabiskan banyak waktu di sini. Sekarang, demi apa yang disebut uang, aku
sering meninggal Djayim di siang hari. Sepanjang jalan Djayim-Purwokerto sejauh
36 kilometer telah menelan waktu sebanyak dua jam dalam sehari. Aku telah
banyak menghabiskan waktu hanya untuk pergi dan pulang. Tentu sebuah kejenuhan
jika tak disiasati untuk menikmati setiap perjalanan. Kadang berpacu dengan
pengendara lain sedikit membangkitkan andrenalin yang sering muncul tiba-tiba
dan tak terduga. Sepanjang putaran roda motor, banyak ide-ide yang muncul dan
kemudian hanya menjadi catatan di langit yang tak bisa lagi dibaca karena tak
sempat mencatat di buku atau gadget yang selalu menempel di tubuh. Mengandalkan
daya ingat tak cukup mumpuni agar semua yang muncul bisa diteruskan menjadi
catatan. Meski sudah menyadari itu, kebiasaan nanti akan di catat setelah
sampai kantor atau sampai rumah tetap saja dipertahankan.
Segelas teh hangat
tanpa snack aku minum pelan-pelan.
Sedikit demi sedikit seperti matahari yang terus berjalan pasti dan membuat
suasana tak sesejuk dua jam yang lalu. Angin yang semilir menerpa seluruh daun,
membikin kekakuan menjadi hidup, mengalirkan suasana hati dan pikiran yang nyaman.
Menjelang tengah hari, mendung mulai berkumpul lambat menutupi sebagian langit.
Di musim penghujan, hujan bisa saja datang tiba-tiba mengguyur bumi. Aku
menyukainya. Ia membuat dedaunan menjadi hijau, tunas-tunas baru muncul di
setiap ranting. Warna hijau daun muda sangat segar dan menyegarkan. Aku sangat
menyesalkan jika ada banyak kutu menempel pada tunas-tunas muda.
Aku menghindar dari
berita politik dan kisruh PSSI yang menyebalkan.
Aku ingin menikmati
hari tua sampai akhir hayatku di sini. Djayim
is My Heaven.
Gkgkgkgk mal katro men.melasi twa danu kupinge panas.bodoa d trawang ng bskom gkgkgkgkgk .angot eyang sutiah lim glukol ndarani remason d urtna ng alm eyng sarna.empan pitik ndrani marimas ngsi d ejeri gkgkgkgkgk
BalasHapus